21 October 2009

Palèrènan XIII : Gusti Yesus Dièdhakaké Saka Salib

Sesuai dengan kebiasaan dan etika yang berlaku di Yerusalem, menjelang dan saat hari Sabat tidak diperkenankan ada tubuh atau jazad yang tergantung di muka umum, meskipun jazad terhukum berat, sebagaimana Yesus.

Hari menjelang petang, para serdadu sudah mulai membereskan peralatan mereka. Begitupun para tetua adat Farisi sudah mulai bersiap-siap untuk pulang, karena malam itu adalah malam Sabath dan hari-hari berikutnya adalah Paskah umat Allah, Tuhan segala bangsa, Bapa Abraham, Bapa Yakub dan Allah Bapa Daud.
Nicodemus, salah seorang murid Yesus yang belajar secara sembunyi-sembunyi, dan juga anggota dewan adat Sanhedrin, tampak berbincang dengan Thomas, si "kembar". Rupanya mereka sedang berusaha meminta jazad Yesus kepada para serdadu. Melihat gelagat yang kurang nyaman, kedua terhukum yang disalib di sebelah kiri & kanan Yesus, yang tadinya lemas dan lunglai berharap akan diturunkan oleh teman atau saudaranya, mulai panik. Mereka berteriak-teriak meminta dibebaskan, toh sudah disalib, dan telah lewat sehari penuh.
Syarat yang diajukan oleh Centurion Severus melalui serdadunya; boleh menurunkan jazad Yesus, asalkan benar-benar telah menjadi mayat, bukannya masih bernapas dan ada kemungkinan hidup lagi. Para imam kepala yang sedianya akan kembali pulang, mengurungkan niat mereka, demi menyaksikan proses penurunan mayat, bukannya Yesus yang masih hidup.

Semakin keraslah teriakan dua terhukum, agar dibebaskan. Apa daya, salah seorang serdadu mengambil tongkat kayu, menohok ke dada Laban yang dijawab dengan lenguhan nyaring... Salah satu serdadu mengambil gada, mengayun-ayunkannya sejenak dan berhenti pada lutut Laban. Menghancurkan kedua lututnya. Laban terdiam.
Begitupun Zared, bertambah keraslah teriakannya, yang kemudian disumbat mulutnya dengan bunga karang yang dicucukan ada ujung tombak, merobek bibir dan pipi kirinya, bersamaan dengan mendaratnya gada penghancur di lututnya. Berakhirlah Zared.

Tibalah kini para serdadu pada jazad Yesus. Para tetua adat kini semakin tegang, adrenalin mereka terpacu akibat penasaran akan apa yang berlaku terhadap jazad Yesus. Adalah Yusuf Arimatea yang turut bergabung bersama mereka, para tetua adat sebagai salah satu penasehat, menyusul Nicodemus yang sudah ada di kerumunan. Ketika para serdadu sampai di bawah salib Yesus, di ambillah tongkat dan diketuk-ketukkan ke kepala dan dada jazad Yesus. Diam, tak bereaksi. Tibalah si serdadu pembawa gada penghancur yang hendak menghujamkan gada andalannya ke kaki jazad Yesus, rupanya masih belum puas dia..

"Hai..!! Percuma kau patahkan kakinya. Toh dia sudah mati."
Si serdadu gada tak percaya, di ambilnya tongkat, diketuk-ketukkan kembali kepala dan dada jazad Yesus. Tetap tak ada respon.
"Sudah.. tinggalkan saja..", gumam Nicodemus.
"Tidak..!!! Kami mau dia mati. Teruskan, patahkan kakinya..!!", seru para imam kepala. Terjadilah kegaduhan sesaat. Hingga Centurion Severus dengan kudanya, melerai keributan sepele itu. Mengambil tombak, menghampiri salib Yesus, dan kemudian menusuk lambung kanan Yesus, tepat di hati menembus paru-paru. Mengucurlah darah dan air dari lukanya, membasahi tanah bukit tengkorak.
"Bila memang masih ada yang meragukan kematian orang ini, biarlah dia juga merasakan tombak ini.", seru Centurion Severus menggetarkan hati sesiapa yang ada di sekitar arena penyaliban.
Hening.
"Terima kasih, Centurion. Keputusanmu adalah mutlak.", sahut Yusuf Arimatea. Si serdadu gada melemparkan gada andalannya, kesal sepertinya.

Perlahan, serobongan orang yang berada di dekat Thomas meringsek maju mendekati tiang salib Yesus. Tampak pula di sana Yohanes beserta Maria Bunda Yesus dan Maria dari Magdala. Seakan tanpa memperdulikan para serdadu yang sedang membereskan barang-barang mereka, kerabat dan sahabat Thomas menidurkan tiang salib Yesus dan dengan sistematis mereka mencabut paku-paku yang menancap di tangan dan kaki Yesus. Penuh ketelitian dan ketekunan.

Segera setelah jazad Yesus terangkat dari salib, Maria BundaNya menerima tubuh Yesus dalam dekapan penuh kehangatan dan cinta seorang Ibu.

Kembali, ungkapan itu terucap, "terjadilah padaku, menurut kehendakMu." Maria Bunda Yesus bersimpuh.

Palèrènan XII : Gusti Yesus Seda

Tanpa berusaha merasakan siksa, Yesus menguatkan hatiNya demi mendengar pembicaraan kedua orang yang disalib bersamaNya. Suasana yan tegang dengan angin yang menderu-deru, mengiringi para serdadu yang membereskan peralatan mereka.

"Hai, kamu..!! Kamukah itu si Yesus orang Galilea yang katanya mampu menyembuhkan orang sakit?" Zared, si tersalib menanyakan Yesus. Dia diam. "Hai, bisu..!! Mana pasukan dari kerajaanmu? Katanya kamu Kristus, Raja orang Yahudi.. buktinya kamu justru disalibkan mereka..ha..ha.ha..." "Zared..!! Sudahlah.. menjelang ajalpun kamu masih belum bertobat." hardik Laban, si tersalib satunya. "Kita memang pantas seperti ini, karena tak pernah sekalipun kita menyenangkan hati orang lain.."
"Ahh.. Laban, kau lupa, si Lillah, dia selalu senang pada kita.. apalagi setiap kali kita datang membawa hadiah untuknya. Kau lupa?"
Laban menundukkan kepalanya, mengingat-ingat banyak kejadian diantara mereka. "Zared..!! Lillah itu pelacurmu..!! Dan aku tak ikut-ikut persoalanmu.."

Dari kejauhan, tiga pemuda dari Bet Lehem, mengawasi cemas keadaan Yesus. Juga tampak di dekat mereka, Stefanus dan Simon, kepala rombongan murid dari Kirene, beserta Alexander dan Rufus, anaknya. Yohannes melihat kesempatan baik, seiring berlalunya para serdadu dari arena penyaliban. Yohannes memberanikan diri mengajak serta Maria Bunda Yesus, Maria Klopas, dan Maria dari Magdala lebih mendekat ke arah Yesus.
"Aku haus."
ujar Yesus. Yohannes kebingungan, tak kuasa menolong. Para serdadu yang mendengar, hanya melengos dan tersenyum sinis padaNya. Seketika dari kerumunan masa, Thomas yang disebut Didimus atau si kembar, karena begitu miripnya dengan Yesus, datang bergegas seakan tahu apa yang dikehendakiNya.

Setelah ada sedikit perbincangan dengan para serdadu, Thomas pun segera berlalu, sambil menitipkan pasu kepada para serdadu. Hexion, mengambil busa karang, kemudian menyiraminya dengan cairan dari pasu yang dititipkan oleh Thomas. Mencocokkannya ke ujung tombak, kemudian menyodorkan ke mulut Yesus. Satu dua teguk, kini telah diserap Yesus untuk membasahi kerongkonganNya. "Septus, gila Yesus ini.. anggur masam bercampur cuka masih diminumnya.. ha..ha.ha..." ujar Hexion setelah mencicipi cairan dari pasu Thomas.
Simon Petrus dan Yakobus, saudara sepupuan yang berdiri di seberang arena, bergegas mengejar Thomas. Masih heranlah mereka, bila Thomas bisa berlalu tanpa beban. Berjalan cepat, berlari kecil, dan langkah mereka terhenti ketika mendapati bahwa Thomas bersama Yusuf Arimatea dan Nicodemus, orang-orang penting di kalangan Farisi dan Saduki, orang-orang yang bersimpati pada Yesus.

Dalam kesakitanNya, Yesus tersenyum melihat semua kejadian dari atas kayu salib. Sambil menatap dalam mata Maria ibuNya, Yesus bersabda, "Ibu, inilah Anakmu. Anak yang kau lahirkan dan kau besarkan. Kini tergantung Aku di sini." Sambil melirik ke arah Yohannes, Yesus menunjuk ke arahnya dengan ujung hidungNya, sambil bersabda "Ibu, Inilah anakmu kini. Anak yang akan meminta pertolonganmu dan memujamu sepanjang waktu."
Maria Bunda Yesus terisak. Nanar Yesus menatap dalam mata Yohannes kini, penuh ketegasan, menunjukkan Maria BundaNya dengan ujung hidungnya, "Inilah ibumu." Yohannes terkesiap, semakin teguhlah hatinya.

Waktu sudah semakin sore, panas terik kini berganti dengan mendung bergulung-gulung dan petir menyambar, satu dua kali. Cuaca yang tadinya cerah menjadi kelam menakutkan. "Consummatum est."[Sudah selesai] seru Yesus dengan lantangnya.
Bumi tak kuasa melawan kekuatan Ilahi, terjadilah gempa dan angin ribut. Koyaklah tirai Bait Allah. Datanglah badai menerpa. Kerumunan masa, dan para serdadu menjadi kocar-kacir tak karuan.

Centurion Severus menggigil, belum pernah ia merasakan hal sedemikian dashyatnya "vere Dei Filius erat iste.."[Sungguh, Ia ini Anak Allah] gumamnya.

Palèrènan XI : Gusti Yesus Dipenthang

Hari semakin siang, sang mentari telah jauh meninggalkan ufuk. Dengan hentakan-hentakan kasar, Yesus dipaksa untuk merebahkan diriNya diatas palang kayu yang dipikul olehNya sedari pagi tadi. Dalam keadaan telanjang, Yesus mengerang, merasakan sakit luar biasa, luka bekas siksa semalam hingga dini hari yang mulai mengering, terbuka lagi, kembali meneteskan darah segar di sekujur permukaan kulitNya.

"Septus, cepat diselesaikan!!" perintah Centurion Severus, mengingat hari yang semakin terik. Bergegaslah serdadu Septus dan teman-temannya. Perihal menyalibkan orang bukan perkara sulit, mereka telah terbiasa. Akan tetapi, tiga orang dalam satu kesempatan adalah hal yang luar biasa, mengingat pada tiga hari kedepan, para orang Yahudi akan memperingati Paskah, hari terbebasnya para leluhur mereka dari tanah Mesir, yang berarti tidak akan ada acara penyaliban.

Setelah dirasa cukup pada palang salib, tangan Yesus direntangkan membuka kesamping dan diikat. Sayangnya, tangan kananNya telah kaku, kram, kejang yang diakibatkan oleh siksa yang kelewat berat, dan kecapaian memikul palang salib. Serdadu Septus dan Hexion mengikat seutas tali kasar pada pergelangan tangan Yesus, dan dengan kasarnya mereka menarik tali itu sambil dihentak-hentakan agar dapat meluruskan tangan Yesus, sejajar dengan palang salib. "Aaaarrrrgghh....!!!" jeritan menyayat hati terdengar dari mulut Yesus. Semakin menciutkan nyali kedua orang tersalib bersamaNya.

Tak seberapa lama, dalam suasana serba terburu-buru, dan dihiasi jeritan dan lenguhan dari tiga orang terpidana salib, suara palu yang menghantam paku bergantian terdengar, silih berganti.

Centurion Severus, yang kini telah turun dari kudanya, melepas jubah kepangkatannya, berdiri di tengah arena penyaliban, mengawasi para serdadu bawahannya. Tampak dipundaknya, bekas luka hasil pertempuran di Crete, dan bekas sayatan panjang karena sabetan pedang di Macedonia, bukti nyata bahwa Centurion Severus telah malang melintang dalam kedinasan militer Romawi.
"Bersiap..." Centurion Ceverus memberi aba-aba. "Naikkan..!!"
Dalam suatu gerakan yang tertib dan penuh kedisiplinan, ketiga salib secara perlahan ditegakkan.

Sambil menarik napas panjang, Yesus menatap Yerusalem dan mendoakannya dari tiang salibNya.

Palèrènan X : Gusti Yesus Dilukari

Jalan semakin terjal. Yesus menapaki langkahNya satu demi satu, mendaki bukit Calvary. Ditengah suasana riuh para penghujat suruhan para imam kepala, dan bentakan-bentakan kasar para serdadu anak buah Centurion Severus, ada angin segar bertiup disana. Menyejukkan raga Yesus yang telah lemah. Terbuaikan.

Seorang serdadu meraih lengan Yesus, menarikNya dengan paksa, hingga salibNya terjatuh berdebam di tanah. "Ha..ha..ha... mana kuasamu..??" ejekan para serdadu tak henti hentinya. Dalam lelahNya, pakaian Yesus yang terbuat dari tenunan utuh, di tarik, dan kemudian dilepaskan dari tubuhNya. "Buat apa Septus? Akan kau apakan baju itu?" tanya seorang serdadu kepada yang lain. "Lumayan, untuk alas tidur kuda di istal." Serdadu Septus menimpali. "Septus, buatku saja, akan kupakai untuk kain pel di rumah Pontius!" "Tidak, aku yang pertama memukulnya, jadi baju itu untukku!!" "Enak saja, kuda Centurion lebih membutuhkan.!!" Melihat gelagat yang sangat memalukan itu, Centurion Severus memutuskan agar mengundi siapa yang berhak mengambil baju rombeng itu. Genaplah apa yang disyairkan oleh Daud "Diviserunt sibi vestimenta mea, et super vestem meam miserunt sortem" [Mzm 22:19]

Sambil mempersiapkan penyaliban Yesus, Centurion Severus memerintahkan seorang serdadu untuk memasang sebentuk papan bertulisan pada salib Yesus. Iesus Nazarenus Rex Iaudeum bunyinya; Yesus orang Nasaret, raja orang Yahudi. Para imam kepala Farisi segera melancarkan protes kepada Pontius Pilatus, "Dia bukan raja orang Yahudi. Ganti dengan Aku Raja Yahudi. Dia sendiri yang mengatakan itu" Dengan penuh ketegasan, Pilatus menjawab, "Quod scripsi, scripsi.!!"[Apa yang tertulis, tetap tertulis.]

Seakan tak habis-habisnya para serdadu mempermainkan Yesus. Sambil mengolok-olok Yesus, mereka memberikan anggur masam, hasil fermentasi yang tak jadi, dicampur cuka, diminumkan kepada Yesus. Konon, minuman tersebut mengandung bius, yang bila diminumkan kepada terhukum, akan menjadikannya kebal terhadap sakit, sehingga para serdadu dapat lebih lama lagi mempermainkan terhukum. Yesus yang telah mengetahui siasat mereka, memuntahkan kembali minuman itu, demi meluluskan pengorbananNya.

Dalam siksa ragawi dan beban bathin yang berat, Yesus masih sempat berdoa. "Pater, dimitte illis, non enim sciunt quid faciunt." Sebuah permintaan penuh kepasrahan pada Bapa. [Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat]

-----------------------

Useful page : http://www.trosch.org/chu/latin-prayers.html

Palèrènan IX : Gusti Yesus Dhawah Kaping Teluné

Sembari diseret dan ditendang, Yesus kembali terseok. Jalan yang semakin mendaki, menyusahkanNya untuk maju. Belum lagi cacian dan makian para orang suruhan imam Farisi, semakin beringas dan keras. Sungguh, tanpa diduga dan disangka, salib yang dibawa oleh Simon orang Kirene, menyenggol kaki Yesus, dan terjatuhlah Dia.

"Ha..ha..ha.ha... Lihat, bahkan yang membawa salib juga mau menyiksamu.." Senang hati rupanya, para ekstrimis Saduki. Simon terdiam, merasa bersalah. Dihempaskannya salib, dan menunduk memohon maaf pada Yesus. "Rabbi, ampunkanku.. sungguh, tak ingin aku melukaiMu."

Seperti biasa, Yesus hanya tersenyum. "Biarlah salib itu kubawa sendiri, sepertinya sudah dekat." Dengan mantap, Yesus berdiri kembali, mengambil salibNya, membiarkan Simon yang terduduk diam.

Palèrènan VIII : Gusti Yesus Nglipur Para Wanita Yerusalem

Adalah Martha, janda tiga anak yang ditinggal mati suaminya. Seorang Ibu yang dengan tulusnya menyapa Yesus ditengah sengsaraNya. "Rabbi, bangunlah, kami mencintaimu.." Maria dari Magdala, Maria saudara Martha, dan Hanna orang Samaria; ketiga perempuan yang tadinya selalu mengikuti Maria Bunda Yesus kini ada pula di sana. Rupanya mereka kurang puas hanya melihat dari kejauhan, ketika Bunda Yesus bersua AnakNya.

Masih tersedu-sedan, para wanita dan simpatisan Yesus memanggil-manggil namaNya. "Yesus, kuatkan hatiMu..".. "Rabbi, jangan Kau biarkan ini terjadi.." Yesus tersenyum, menengadahkan kepalaNya dan bersabda, "Filiae Hierusalem, nolite flere super me.." Agak terdiam kini, para perempuan yang menangis. "Super vos ipsas flete et super filios vestros.." (wahai puteri Yerusalem, tak perlulah menangisiku.. tangisilah dirimu dan tangisilah anak-anakmu.)

"Quoniam ecce, venient dies in quibus dicent: beatae steriles et ventres qui non genuerunt, et ubera quae non lactaverunt." Sabda Yesus mendiamkan mereka. (Sebab lihatlah, pada waktunya orang-orang akan berkata: berbahagialah perempuan mandul dan tidak pernah melahirkan, dan susunya tidak pernah menyusui.)
Semakin bingunglah para perempuan yang meratap.

Demi melhat Yesus yang sempat bercakap-cakap, para serdadu Romawi segera menarikNya. Membawanya menjauh dari massa. "Tunc incipient dicere montibus: cadite super nos, et collibus: operite nos.!" Yesus bersuara lantang menyikapi perlakuan para serdadu. (Maka orang-orang akan berkata kepada gunung-gunung: runtuhilah kami, dan kepada perbukitan: timbuni kami.)
"quia si in viridi ligno haec faciunt in arido quid fiet?" Imbuh Yesus, yang oleh Centurion Severus dianggap telah meracau karena lelahnya. (Sebab jika orang perbuat seperti itu terhadap kayu hidup, lantas apa yang akan terjadi dengan kayu kering?)


Para perempuan peratap Yesus, semakin menjadi. Mereka kini meraung-raung menangisi Yesus. Beberapa simpatisan Yesus tertegun, berusaha memahami sebaris bait yang pernah mereka dengar di Sinagoga, sebaris bait dari kitab Hosea.



Para serdadu Romawi, kembali memaksa Yesus untuk meneruskan jalan salibNya.



---------------------


Related article : Luke 23:27-31