22 April 2009

Palèrènan VII : Gusti Yesus Dhawah Manèh

Meski telah dipapah Alexander dan Rufus; Yesus tetap kesulitan berjalan. Semua balur-balurNya kini seakan menganga berteriak meminta perhatian. Sebelumnya tak terasa karena perhatian Yesus lebih tertuju untuk memanggul salib. Kini tanpa beban lebih, luka hasi siksa para serdadu Romawi lebih terasa.

Hiruk pikuk kerumunan massa terusik ketika terdengar suara kuda yang berderap di jalanan. Seorang Centurion, diikuti beberapa serdadu datang melaju dari arah bukit Golgota, seakan menjemput iring-iringan Yesus. "Percepat jalannya..!!" Perintah Centurion Severus dengan congkaknya, tetap dari atas kudanya. "Hari semakin siang, tinggal sedikit waktu kita untuk bermain dengannya..".
Bagai disengat kalajengking, para serdadu mendadak menjadi berigas, lebih ganas dari sebelumnya.

Para simpatisan Yesus yang tadinya ada di sekitarNya, serta merta dihalau agar menjauh, tak terkecuali Alexander dan Rufus, juga Stefanus dan sisa anggota rombongan Simon. Yesuspun dipaksa untuk kembali memanggul salibNya. Simon tak tahan, "Tuan Centurion, biarkan saya memanggul salib ini, percuma kau paksa Dia." Simon meminta dengan harapan besar. "Ayolah, biarkan saya, akan lebih lama lagi sampai di Calvary." Dengan satu anggukan angkuh, Centurion Severus membolehkan.

Jalanan yang tak lagi rata, menyulitkan Yesus untuk terus berjalan. Tapak demi tapak, langkah demi langkah, dèpa demi dèpa.. dan tanpa disadariNya, sebongkah batu menghadang kaki Yesus. Terjembablah Dia. Bertambahlah luka yang telah banyak di sekujur badanNya. "Rabbi, bangunlah, kami mencintaimu.." teriakan para wanita Yerusalem terdengar lamat-lamat di telingaNya.

Meski mata Yesus tak mampu meihat lagi dengan jelas, suara sapaan cinta seorang Ibu kembali menguatkanNya.

Palèrènan VI : Feronika Ngusapi Pasuryan Dalem

Rombongan Simon dari Kirene, masih menuntun Yesus menyusuri jalan salibNya. Para simpatisanYesus tak henti-hentinya menangisi bahkan berteriak-teriak histeris, "Tuhan, apa salahMu..??" "Rabbi, kuatkan hatiMu, kami selalu mencintaiMu.." "Yesus, pintalah, kami akan melawan mereka.." Ekstrim.

Dengan ketatnya, Alexander dan Rufus menjaga Yesus dengan maksud menculikNya untuk dibawa menyimpang dari arah ke Calvary. Perlahan dan pasti. Dengan mundurnya para pemuda dari Bet Lehem, serdadu Romawi segera kembali mengawasi Yesus. Demi melihat ada beberapa orang lain berwajah baru dan belum dikenal, para serdadu kembali mencambuk dan menendang mereka, para anggota rombongan Simon. Terjadi lagi, kegaduhan yang lebih hebat daripada sebelumnya. Perkelahian antara simpatisan Yesus dan para serdadu. Sekonyong-konyong datang bantuan bagi para serdadu, sekelompok besar orang suruhan imam Farisi yang turut menghalau Stefanus dan kawan-kawan.

Dalam kericuhan, Veronica mendesak maju menuju ke arah Yesus dari sela-sela massa. Dengan mantap dan yakin tanpa takut terusikkan sesiapapun. Sambil membawa pasu kecil berisikan air segar yang bercampur madu, Veronica berlutut di depan Yesus, mengusap wajah Yesus dari keringat, darah dan debu, meski hanya dengan secarik kacu dari pinggangnya. Menyegarkan.
Pasu yang dibawa Veronica segera disodorkan ke bibir Yesus agar dapat segera diminum olehNya. Belum juga seteguk air madu yang terkecapi, kaki serdadu Romawi telang berganti di sana. Pasu itu pecah berkeping-keping, air madu pun tumpah, membasahi jalanan batu. Veronica menjerit histeris memukul-mukul serdadu tadi dengan tangan rapuhnya.
"Sudahlah, biarkan saja." Sabda Yesus. "Ia hanya menjalankan tugasnya. Terima kasih kau telah segarkan bathinKu." Merasa dibenarkan perbuatannya, serdadu tadi malah tertawa terbahak-bahak, menertawakan Veronica. Dengan wajah kuyu, Veronica mengambil kembali kacunya, yang sempat diinjak oleh serdadu tadi. "Akan kusimpan kacu ini, sebagai kenangan akan diriMu, Rabbi."

Yesus tersenyum, penuh kedamaian.

--------------------------------------------

Related article:
New Advent & Wikipedia

Palèrènan V : Gusti Yesus Di Tulungi Simeon Wong Sirena

Hari semakin siang, panas matahari yang membakar turut melemahkan Yesus. Para penghujat Yesus masih ada di sepanjang jalan, terus menerus memakiNya. Malkhi, seseorang yang pernah disembuhkan Yesus dari kebutaan menerobos barisan serdadu Romawi. Memaksa untuk memberi bantuan. Tentu saja para serdadu menolak mentah-mentah. Begitupun Remigus, yang dulu berpenyakit lepra, ditendang dengan entengnya oleh para serdadu karena hendak menolong Yesus.

Melihat gelagat yang sangat tidak enak itu, para pemuda dari Bet Lehem kebingungan mencari cara untuk menolongNya. Datanglah Stefanus [orang yang kelak menjadi martir pertama], menawarkan sebuah gagasan ditengah peliknya keadan. "Aku baru saja datang dari Kirene, bersama rombongan yang ingin bertemu dengan Rabbi. Kami akan bantu Rabbi membawa salib." Ketiga pemuda Bet Lehem seperti mendapat harapan baru. "Bagaimana kau akan melakukannya?"
Stefanus terdiam sejenak. Berpikir keras. "Begini, tolong kalian hambat sejenak iring-iringan ini. Nanti biar Simon, kepala rombongan kami yang akan memutuskan." Segeralah Stefanus melesat, hilang di tengah kerumunan massa.

Terinspirasi dari Malkhi dan Remigus; Yoakim, Ruben, dan Yeremia anak Simeon, kembali menghadang parade berdarah itu. Memohon agar diperbolehkan membantu Yesus. Salah serang serdadu melihat mereka dan menyadari kalau ketiga pemuda itu adalah pembuat onar beberapa waktu sebelumnya. Bukannya di ajak bicara, melainkan tamparan dan pukulan bertubi-tubi menghujam ketiga pemuda Bet Lehem.

"et angariaverunt praetereuntem quempiam Simonem Cyreneum, venientem de villa patrem Alexandri et Rufi, ut tolleret crucem eius." (Mark 15:21)
Seakan tanpa tahu apa-apa, Simon melintas begitu saja, dan dipanggil oleh serdadu untuk membawakan salib Yesus, sementara serdadu lainnya sibuk melayani ajakan ribut para pemuda. Inilah saat yang dinanti, Simon dengan ketegasan memanggul salib Yesus, Alexander dan Rufus anak-anaknya, memapah Rabbi Yesus untuk terus berjalan. Demi melihat peristiwa itu, ketiga pemuda Bet Lehem pun berhenti melakukan konfrontasi dan mundur teratur.

Setiap beberapa dèpa, Simon dan Stefanus; juga Alexander dan Rufus, beserta anggota robongannya, bergantian memikul salib dan memapah Yesus. Yohannes dan Maria Bunda Yesus tersenyum bahagia dari kejauhan, menyaksikan kejadian indah tadi.

Yesus tetap tabah berjalan, menuju puncak kejayaanNya.

Palèrènan IV : Gusti Yesus Kapapag Ingkang Ibu

Maria, Bunda Yesus, dikawal Yohannes dan beberapa pemuda dari Bet Lehem; Yoakim, Ruben, dan Yeremia anak Simeon, menerobos kerumunan massa, masuk keluar gang-gang sempit untuk memotong jalur perarakan Yesus oleh serdadu Romawi. Tampak pula Maria dari Magdala, Maria saudara Martha, dan Hanna orang Samaria ada dalam rombongan kecil Bunda Maria. Sementara di seberang jalan sana, di lorong yang lain, Yakobus & Simon Petrus, dua saudara sepupuan, turut mengikuti parade berdarah itu secara sembunyi-sembunyi. Ah, masih takut pula Petrus, bila ketahuan seperti dini hari tadi.

Setelah melewati tikungan, iring-iringan Yesus berbelok kiri, kearah selatan menuju bukit Tengkorak. Sambil tetap berteriak, para serdadu kembali menyuruh kerumunan massa untuk memberi jalan, karena dirasa kecepatan tempuh semakin melambat. Yohannes dan rombongan kecilnya telah menunggu dari jarak sepelemparan batu kedepan, semoga ada kesempatan untuk menghibur Yesus.
Iring-iringan semakin maju, mendekati Maria Bunda Yesus. Ketika sampai pada hitungan dua dèpa, terjadi hal yang tak diduga. Tanpa adanya kesepakatan dan perhitungan yan matang, Petrus dan Yakobus menghalau para serdadu dari sisi kanan iring-iringan Yesus. Terjadi sedikit kegaduhan. Rupanya Petrus telah mengeraskan hati untuk melawan keadaan, Ya, Simon si batu karang.

Demi melihat kesempatan yang baik, para saudara jauh Yesus dari Bet Lehem, turut memperkeruh suasana, mengganggu para serdadu dari sisi kiri mereka. Suasana semakin gaduh, Yesus terdiam, dan berlutut di jalanan. Maria Bunda Yesus, perlahan mendekati PuteraNya, mencium keningNya, mengusap pipiNya yang penuh darah dan keringat. Yesus menengadah, tersenyum dan bersabda, "Ibu, inilah jalanKu. Jadilah Ibu bagi dunia, jadilah Ibu bagi semua orang sebagai penggantiKu.."
Maria Bunda Yesus telah menyadari bila PuteraNya akan menyampaikan hal itu, "Yesuha, bagaimanapun, Kau tetap AnakKu.." Yohannes yang selalu mendampingi Maria turut tersenyum demi melihat kepasrahan dan ketegaran hati Yesus.
Suasana semakin panas, Petrus dan Yakobus tak kuasa melawan serdadu Romawi, begitupun Yoakim, Ruben dan Yeremia; orang-orang suruhan para tua adat Farisi membantu para serdadu untuk melawan mereka. Yohannes, segera menarik Maria kesisi jalan agar tak terkena tendangan para serdadu yang kini membabi buta. "Rabbi, aku akan membebaskanMu.." seru Petrus. Alih-alih senang, Yesus menatap dalam ke mata Simon Petrus, seakan menyuruhnya untuk pergi, jauh, tak perlulah membebaskanNya.
Petrus si nelayan Capernaum, seakan paham maksudNya, mundur teratur bersama Yakobus sepupunya.

"Bangun kau pemalas.!!", serdadu Romawi menarik dan memaksa Yesus untuk kembali berjalan..